Perhatian:
Akan lebih baik sebelum membaca cerita ini,
kamu sudah membaca cerita sebelumnya.
Hari hari terus berlanjut, tanpa bisa di hentikan. Dindin menjalankan aktifitas sekolah seperti murid sekolah pada umumnya, sama halnya juga Encep. Pergi sekolah, belajar, istirahat, pulang sekolah, tanpa memikirkan Sari. Yang ada dalam pikiran mereka sudah bukan Sari lagi, Sari tetap milik orangtuanya hanya dia sudah jadi pacarnya Junaedi. Dindin sadar tidak akan mengganggu orang yang sudah mempunyai pacar, karena ia tahu bagaimana rasanya di ganggu ketika sedang mesra-mesranya. Itu sangat menyakitkan, sepertinya.
Tapi yang ada dalam pikiran Encep hanya memikirkan Junaedi. Apakah Encep jatuh hati kepada Junaedi? Oh jangan salah sangka dulu. Encep sangat membenci junaedi, selain merebut tempat duduknya disaat pertama masuk sekolah, melebihi tinggi badannya, dia juga merebut gebetan satu-satunya. Siapa lagi kalau bukan Sari yang ia lombakan bersama Dindin. Hanya memikirkan sebuah rencana yang ditujukan kepada Junaedi. Hasil kerjasama tim bersama Dindin.
Waktu istirahat, di hari Jumat. Encep pergi ke parkiran motor di ikuti Dindin yang bertujuan hanya untuk mencari motor milik junaedi. Setelah ketemu, Encep menusukan sebuah paku ke ban belakang motor Junaedi yang menyebabkan kempes dan bocor, sementara Dindin hanya mengempeskan saja ban depannya. Tidak ada yang melihatnya, walaupun seorang satpam karena Pak Iman sedang berada di posnya tidak tahu lagi ngapain, belum di tanya. Apalagi cctv, tidak ada cctv di parkiran motor. Setelah melakukannya, merekapun dengan santai dan wajah tanpa dosanya kembali menuju kelas.
Ketika pulang sekolah, tepatnya ketika orang-orang mengambil motornya di parkiran yang sebelumnya disimpan, Dindin melihat Junaedi sedang memeriksa ban motornya tentu bersama Sari. Encep yang berjalan bareng Dindin juga melihat Junaedi, hanya dia melihatnya dengan senyuman kecil. Junaedi melihatnya dengan hasil lirikan sana-sini, dia juga merasa curiga kalau Encep yang menyebabkan ban motornya kempes. Encep, Dindin, dan semua murid sekolah pulang seperti biasanya di hari Jumat yang pulang di jam lebih cepat dari hari selain Jumat. Junaedi juga meninggalkan sekolah bersama Sari, sambil mendorong motornya yang kempes ke lokasi tambal ban.
“Kenapa motornya jang?” Tanya Pak Iman.
“Ini pak kempes” Jawab Junaedi.
“Oh.. tuh di pertigaan kan ada tambal ban”
“Iya pak, ini juga mau kesana”
“Mari pak” Sari bersuara.
“Iya, iya, mari” Jawab Pak Iman.
Merekapun menuju lokasi tambal ban, dan menambal bannya. Sekitar lima belas menit selesai, Junaedi memberikan bayaran kepada tukang tambal ban. Mereka langsung pulang.
Besoknya, hari Sabtu, masih pagi. Encep dan Dindin sudah berada di kelas, tidak hanya mereka berdua teman-teman sekelasnya juga sudah berada di kelas tapi sebagian, Sari juga belum datang ke kelas. Tiba-tiba Junaedi datang bersama teman sebangkunya si Oman, menghampiri Encep dan langsung merangkul kerah bajunya di lanjut memukul perutnya dengan gaya kuda-kuda seolah-olah dia ahli bela diri. Mereka berdua berkelahi tanpa ada yang berani memisahkan, sebelumnya Dindin sempat memisahkan mereka.
“Diam Din, ini perkelahian kami” Kata Encep dengan jiwa lakinya.
“Iya Din” Junaedi ikut mengiyakan juga.
“Oh siap Cep, Jun, dengan penuh hormat kami sekelas yang belum datang semuanya mendukung perkelahian ini sebagai acara pembukaan untuk belajar di hari ini” Seru Dindin seraya memimpin penghormatan kepada perkelahian mereka.
“Makasih Din” Seru Oman.
Mereka terus berkelahi seperti pertarungan di game yang berkelahi. Semua murid kelas itu menontonnya sambil memberikan semangat bersorak yang tidak terlalu kencang supaya tidak terlihat dan terdengar ramai, karena kalau terlihat dan terdengar ramai semua murid sekolah pasti menuju kelas itu. Satu per satu murid yang belum datang akhirnya datang, begitu juga Sari. Dia melihat Encep dan Junaedi tepatnya pacarnya berkelahi, lalu Sari terdiam sesaat beberapa menit.
Pak jajang datang ke kelas dan melihat perkelahian, kesunyian menyelimutinya beberapa detik, Encep dan Junaedi berhenti sebentar untuk melihat Pak jajang.
“Oh silakan lanjutkan saja, sampai ada pemenangnya” Kata Pak Jajang.
“Tidak ah pak, malu sama bapak” Jawab Junaedi.
“Tumben kamu punya rasa malu”
“malu itu sebagian dari iman pak, kalau aku tidak punya rasa malu berarti aku gila”
“Ya udah semuanya duduk di kursi masing-masing”
“Siap bapak” Jawab semua murid kelas dengan gembira.
Pak Jajang itu adalah guru seni budaya yang mengajar setiap hari Sabtu di jam pertama. Semua murid duduk di kursinya masing-masing dan memulai pelajarannya. Bagaimana dengan Encep dan Junaedi? Mereka berdamai sementara.
Pelajaran pertama dan kedua berakhir, waktunya istirahat. Encep sedang makan batagor bersama Dindin di kantin tepatnya di tukang batagor, kemudian Junaedi menghampirinya bersama si Oman.
“Wey broh” Sapa Junaedi.
“Wey juga broh” Jawab Dindin.
“Hah, bukan untuk kamu”
“Apa Jun” Tanya Encep
“Kita lanjutkan perkelahian tadi di luar sekolah”
“Oh siap, dimana?”
“Di belakang terminal”
Junaedi meninggalkan mereka, mereka juga meninggalkan kantin setelah menghabiskan batagor.
“Eh Cep, Din bayar dulu!” Kata Bi Acah. Sekelas info: Bi Acah itu orang yang jualan batagor di kantin sekolah.
“Oh… iya bi maaf lupa” Jawab Dindin dengan senyum manis “nih bi” lanjutnya
“Nih bi” Encep juga membayarnya.
Mereka berhasil meninggalkan kantin setelah membayar batagor yang dimakannya untuk langsung ke kelas. Setelah semua pelajaran berakhir, sekolah juga ikut berakhir dan membubarkan semua siswa-siswinya dengan suara bel yang sangat dinantikan.
Encep dan Dindin menunggu di belakang terminal, sementara Junaedi sedang dalam perjalanan menuju belakang terminal. Mereka bertemu, saling pandang, dan Encep kelihatan sedikit gemetar, Dindin juga jantungnya deg degan, karena kalau tidak deg degan berarti mati. Junaedi datang bersama sekelompok anak kelas tiga yang biasa membuli anak kelas satu dan dua.
“Bentar broh” Tanya Encep dengan gemetar.
“Haah? Takut?” Jawab Junaedi.
“Mau kencing dulu Jun”
Encep menghampiri pepohonan kecil dan langsung kencing seperti kuda. Selesai kencing dia menghadap Junaedi kembali dan langsung memukul tepat di wajahnya. Semua yang ada di sana, yang sedang menontonnya, bersorak ramai. Encep dan Junaedi melanjutkan perkelahiannya. Di saat berlangsungnya perkelahian ada seorang bapak melewati sekelompok anak sekolah yang menonton perkelahian itu.
“Itu pisahin, jangan berkelahi” Kata seorang bapak yang lewat.
“Lagi latihan karate pak” Jawab seorang anak kelas tiga, tidak tahu namanya, belum memberitahunya.
“Oh yaudah hati-hati nak”
“Iya siap pak”
Akhirnya perkelahian itu berakhir tanpa ada pemenang, keduanya babak belur, wajahnya di penuhi bekas pukulan. Junaedi di hampiri anak kelas tiga, Encep di hampiri Dindin.
“Kuat juga ya kamu” Kata salah seorang anak kelas tiga kepada Encep.
“Yoi” Jawab Encep dengan rasa sakit di wajahnya
Kelompok anak sekolah itu semuanya bubar, setelah perkelahian yang tidak membuahkan hasil selesai. Encep pulang bersama Dindin. Junaedi pulang bersama Oman. Anak kelas tiga pulang bersama.
~Bersambung~
Apa yang akan dilakukan Encep dan Dindin setelah perkelahian? Tunggu kelanjutannya di postingan selanjutnya yah...
kerennnn, lanjutkan bro novelnya
BalasHapusSiap pak! laksanakan
Hapusbutuh 15 menit buat baca artikel ni... :D
BalasHapuskeren gan.. lanjud kan terus... konsistensi yang terpenting.. nice
Siap, makasih gan supportnya
HapusGaya bahasanya renyah gan, lanjutin...
BalasHapuskeren gan karya ente, semoga bisa sukses seperti J.K Rowling
BalasHapusAmin..
Hapusbagus karyanya nih gan... lanjutkan
BalasHapusHehehe,.. membuka kelas dengan perkelahian,.
BalasHapusbisa aja ini certa :D
Lanjutkan gan sangat menarik,,jadi tidak bosan membacanya
BalasHapusMakasih gan, tunggu kelanjutannya..
HapusKeren gan.. (y) Lanjutkan :D
BalasHapusdi tunggu kelanjutan nya gan
BalasHapusWew mantep banget nih novel2nya, terus lanjutkan karyanya gan (y) :D
BalasHapusane bookmark dulu gan, karya bagus ini di baca saat santai.
BalasHapusditunggu episode 5 nya ya gan hihi
BalasHapusLanjutkan karya anda bang, semoga makin kreatif :D
BalasHapus😊👍
BalasHapus