Perhatian:
Akan lebih baik sebelum membaca cerita ini,
kamu sudah membaca cerita sebelumnya.
Tidak terasa sudah berada di hari Senin. Seperti biasanya setiap sekolah di Indonesia melaksanakan upacara pengibaran bendera merah putih, tidak lain merupakan bendera kebanggaan bangsa Indonesia. Sama seperti sekolah lainnya, di sekolah tempat Dindin, Encep, Junaedi, Asep, Oman, Sari, dan yang lainnya menuntut ilmu sepertinya, juga melaksanakan upacara pengibaran bendera merah putih.
Setelah upacara pengibaran bendera berakhir, semua murid sekolah memasuki kelas masing-masing. Junaedi lebih dulu masuk kelas di ikuti yang lainnya, maksudnya dia bukan orang pertama di sekolah yang masuk kelas, tapi orang pertama di kelasnya yang masuk kelas. Encep dan Dindin terakhir mengikutinya. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukan keakraban antara Encep dan Juneadi, tidak seperti halnya teman yang lain. Beberapa menit berlalu, sekitar dua setengah menitan, Ibu Ani Sugiani Purnama Wijaya Kusuma yang biasa di panggil Ibu Endah yang tidak lain adalah Wali kelas mereka juga masuk kelas.
Sebelum pelajaran dimulai, Ibu endah melihat Junaedi yang wajahnya sedikit terlihat bekas babak belur, sama halnya juga Encep.
“Apa mungkin mereka berkelahi?” Bisiknya dalam hati sambil menatap kearah Junaedi. “Sepertinya iya” Lanjutnya. “Jun, Cep sini” Ibu endah mengeluarkan suaranya, Junaedi dan Encep mengikuti perintahnya.
“Kenapa kalian berdua ini? Berantem?”
“Iya bu” Jawab Encep
“biar apa? Mau jadi jagoan? Mau jadi orang yang berkuasa di kelas ini?”
“Enggak bu, bukan apa-apa” Jawab Junaedi
“Biasalah anak muda” Lanjut Encep
“Biasa bagaimana?”
“Jadi gini bu” Dindin menyerobot ke depan, mulai menjelaskan semua kejadiannya dengan volume suara sedikit nyaring, menyebabkan semua orang yang ada dikelas mendengarkannya. “Di hari Jumat, tepatnya di waktu jam istirahat, tepatnya ketika Encep di kantin, tepatnya di warung Bi Itoh, dan tepatnya lagi dia sedang memilih ciki berhadiah untuk di belinya. Kebetulan sekali Junaedi juga ada di warung Bi itoh, dan kebetulan juga dia sama mau memilih ciki berhadiah untuk di belinya juga. Disaat yang bersamaan ketika mereka sedang memilih ciki, ada satu ciki yang sempat mereka pegang…” Dindin berhenti sejenak untuk menghela napas.
“Adeuh… Cie pegangan” Suara semua murid yang sedang duduk manis menyimak cerita Dindin, kecuali Sari kelihatannya dia hanya berdiam tanpa suara.
“Dan merasa curiga kalau ciki itu memiliki sebuah hadiah di dalamnya. Junaedi sempat bertukar ciki yang di pegangnya, sampai akhirnya Encep memilih ciki yang di pegang Junaedi setelah sebelumnya berebutan untuk mendapatkan ciki yang di curigai. Junaedi tidak menerimanya dan terpaksa memilih ciki yang lain. Mereka membayar untuk ciki yang sudah mereka pilih, meninggalkan warung Bi itoh dan entah menuju kemana.” Lanjut Dindin.
Ibu Endah juga menyimak cerita di balik perkelahian yang di sampaikan Dindin, sampai mengerutkan dahi. Mungkin dia sedikit kurang percaya dengan ceritanya atau mungkin juga banyak.
“kok bisa?” Tanya Ibu Endah dengan sedikit senyum yang manisnya, maksud dari pertanyaannya itu kenapa sampai bisa terjadi perkelahian?
“Oke tenang bu, semuanya berawal dari sini” Jawab Dindin dengan sikap bagaikan seorang pemimpin yang memberi komando. Semua orang yang ada di kelas hening seketika, nampaknya mulai serius untuk menyimak lebih dalam lagi. Walaupun sebenarnya mereka sadar tidak akan keluar di soal ulangan dari cerita tersebut. “Ternyata ciki yang di pilih oleh Encep membuahkan hasil, yaitu sebuah ciki di dalamnya beserta hadiah berupa selembar uang yang di bungkus kertas wajit dengan nominal lima ribu rupiah. Tapi sayangnya Junaedi kurang beruntung, dan dia mengetahui kalau Encep berhasil mendapatkan hadiah dari ciki yang di perebutkannya, melalui pengintaian seorang Oman yang telah di tugaskan Junaedi”
Oman yang serius menyimak merasa bingung mungkin ia tidak merasa melakukan itu, tapi dia tidak mau protes. Terlihat wajah Junaedi tidak menunjukan kebencian terhadap Dindin yang terus bercerita di depan kelas, di depan Ibu Endah Juga. Malah dia hanya menggelengkan sedikit kepalanya di ikuti senyuman kecil. Berbeda dengan Encep, dia justeru lebih serius menyimak ceritanya di banding dengan orang yang lainnya bagaikan sedang menerima sebuah wasiat dari seseorang.
“Tiba di hari Sabtu, sebelum Pak Jajang masuk, Junaedi yang baru masuk kelas menyerobot menuju Encep dan langsung memukul tepat di perutnya. Mereka berkelahi sementara, tidak ada yang berani memisahkan. Sebelumnya aku sempat memisahkan mereka, namun mereka tidak mau berpisah” Dindin berhenti sementara.
“Oh… indahnya, oh… manisnya, romantis banget mereka” Itu si Opang yang bergumam.
Dengan reflek semua orang melirik ke arah Opang, terdiam beberapa detik untuk kemudian suasana berubah menjadi lebih asik, semuanya tertawa.
“Orang-orang yang ada di kelas sebelum Pak Jajang masuk di hari Sabtu, mereka semuanya tahu. Jadi untuk ceritanya aku akhiri dengan ucapan terimakasih”
Semua orang yang ada di kelas bersorak ramai, bertepuk tangan bagaikan sekumpulan orang panatik. Ibu Endah hanya bisa tersenyum melihat Dindin. Tidak sengaja Dindin melirik ke arah Ibu Endah yang sedang tersenyum kepadanya untuk membalaskan senyuman dengan senyum genit dan kedipan di mata kanannya.
“Oke, oke, kamu bisa duduk kembali, terimakasih dengan ceritanya yang… sedikit” Kata Bu Endah kepada Dindin.
“Sama-sama bu” Dindin berjalan menuju tempat duduknya.
Bu Endah berdiri dari tempat duduknya dan berjalan sedikit ke tengah depan kelas, sambil membawa Encep dan Junaedi dengan cara memegang pundaknya. Mereka bertiga berdiri di depan kelas.
“Apapun yang terjadi, Apapun masalahnya…”
“Minumnya teh botol sosro bu” Seru si Cukong. Semuanya ketawa
“Iya cukong. Pokoknya apapun itu, kalian itu gak boleh berantem, kalian itu satu tim, satu kelas, satu wali kelas, satu ketua murid, satu seksi keamanan, dan satu sekolah. Jadi kalian itu harusnya bersatu. Siap bersatu!” Ibu Endah menerangkan kepada semua siswa-siswinya.
“Siap ibu!” Jawab semua siswa-siswi.
“Ayo kalian berdamai!” Perintah ibu Endah kepada Encep dan Junaedi.
Encep dan Junaedi saling berhadapan, saling mengulurkan tangannya dan mengaitkan masing-masing jari kelingkingnya yang biasa mereka sebut pacantel. Ibu Endah sudah duduk di tempat duduknya.
”Coblos no tiga puluh tujuh” Kata Encep. Semuanya ketawa.
“Kami dari The Virgin” Sambung Junaedi. Semuanya terus ketawa.
Pada akhirnya, mereka berhasil untuk berdamai. Mereka juga berjanji tidak akan berkelahi lagi dengan sesama teman kelasnya, kecuali dengan orang yang berani mengusik kedamaian kelas. Sekolah juga sama berakhir, maksudnya jam sekolah sudah berakhir karena tidak banyak kejadian yang seru untuk diceritakan.
Hari-hari terus berjalan diiringi kedamaian. Dua hari setelah perdamaian, Dindin menceritakan semuanya kepada Sari bersama Encep tanpa Junaedi, tentu cerita yang sebenarnya. Mulai dari mereka berdua menyukai Sari sampai di adakan lomba untuk mendapatkannya.
“Haha… Emangnya aku ini apa” kata Sari dengan ketawa lepasnya.
Tapi mereka berhenti dalam berlomba dan memilih kerjasama tim setelah melihat Sari bersama Junaedi dan berpacaran. Mereka tidak iri sama Sari, hanya menambah rasa benci kepada Junaedi sampai yang menyebabkan ban motornya kempes dan bocor itu mereka. Sampai akhirnya berdamai untuk selamanya.
“Oh.. Jadi kalian, pantesan aja” Timpal Sari.
Sari tidak marah, Sari tidak merasa benci kepada mereka, Sari juga bisa maklum, dan bisa meneruskan persahabatannya. Dalam suasana asik mengobrol datang Junaedi seorang diri, menghampiri mereka tepatnya menghampiri Sari.
“Lagi pada ngapain?” Tanya Junaedi.
“Lagi pada narik napas Jun” Jawab Dindin.
“Ah biasa Jun, lagi ngeluarin napas” Sambung Encep
“Oh….” Seru Sari
“Kok kamu yang oh nya” Tanya Junaedi “Harusnya kan aku” Lanjutnya.
“Udah, udah, gak usah sampai terjadi pertumpahan darah” Kata Dindin
“Sar, Jun, kalian memang serasi” Kata Encep
“Hehe” Sari tertawa kecil
“Ya udah Jun, kami titipkan incarannya kepadamu. Jaga baik-baik” Kata Dindin
“Siap, siap, gak usah di perintah. Itu sudah menjadi kewajiban Pak Iman untuk selalu menjaga” Jawab Junaedi. Semuanya ketawa.
Dindin dan Encep mengiklaskan incarannya, tidak lain ialah Sari. Mereka juga sedikit mengubah janjinya “JANGAN KE SATU KELAS” maksudnya bukan tidak boleh ke semua yang ada di satu kelas, tapi tidak boleh ke teman yang satu kelas.
~Bersambung~
Apa yang akan dilakukan mereka selanjutnya?
Ceritanya bagus nih.. ane baca dari chap 1.. ditunggu chap 6 nya gan :D
BalasHapusSiap gan! makasih.
HapusCeritanya memang keren (y) ditunggu episode selanjutnya gan hehehehe
BalasHapusSngat bagus ceritanya gan , ane tunggu chap 6 nya sob....
BalasHapusSiip Gan :) Ceritanya bagus :)
BalasHapusditunggu sambungannya kak ^_^
BalasHapusBagus sekali ceritanya di tunggu next episode nya
BalasHapusBagus sekali ceritanya di tunggu next episode nya
BalasHapusBagus Gan Ceritanya Ditunggu Episode 6 nya :d
BalasHapusceritanya keren, ini film apa hanya cerpen aja ya :)
BalasHapusCeritanya novel bang. Hehe
HapusMantap nak mbahe suka . Lanjut baca dulu
BalasHapusMakasih mbahe. Siap mbah!
Hapusdi tunggu cerita selanjutya gan
BalasHapusditunggu lanjutannya
BalasHapusnyimak banget, jangan lupa ya to be continue!!
BalasHapusSiap kaka.
Hapus