Mereka baru saja menyelesaikan masa orientasi peserta didik
kalau disingkat jadi MOPD, masa dimana mereka disuruh suruh sama kakak kelasnya
untuk melakukan ini itu lah, bawa ini itulah, dan mereka mau. Ah pokok nya
membuat mereka sangat tidak menyukainya. Tapi itu juga awal mereka mengenal
sesama jenis dan lawan jenis mereka di sekolah barunya.
Hari pertama sekolah setelah MOPD dimulai. Encep yang rumahnya
tidak terlalu jauh dari rumah Dindin hanya beda kampung saja, dia memutuskan
untuk berangkat bareng dan menunggu Dindin di depan rumahnya. Lumayan lama
Encep menunggu, Dindin akhirnya keluar dari rumahnya untuk menemuai Encep dan
berangkat sekolah dengan menggunakan angkot.
Tiba disekolah, upacara sudah berlangsung sampai pembacaan
Undang-Undang Dasar mereka kesiangan, mungkin karena lama menunggu Dindin. Tentu
mendapat hukuman dari pak satpam dengan melakukan push up tiga puluh kali dan skot jump tiga puluh kali juga
tidak di ijinkan mengikuti upacara bendera pertama disekolah barunya itu.
“Ah
anjir kesiangan Cep” kata Dindin dengan menyesalnya
“Gara-gara
kamu ah, lama banget tadi dirumah” Jawab Encep dengan menyalahkan Dindin.
“Oh
hehe”
“Seuri
weh”
“Yah
jadi tidak ikutan upacara bendera pertama Cep”
“Minggu
depankan ada lagi”
“Minggu
depankan libur, tanggal merah”
“Senin
depan maksudnya Din”
Upacara selesai, mereka dipersilahkan memasuki kelas barunya
bersama orang yang mengikuti upacara bendera. Tiba dikelas untuk memilih tempat
duduk, mereka menginginkan duduk paling belakang, tapi sudah ada yang
menempatinya tidak tahu siapa karena belum berkenalan.
“Woy
kamu siapa? ini tempat duduk kita” Tanya si Encep dengan wajah seperti orang
mau ngajak berantem kepada orang yang duduk di bangku pojok paling belakang.
Semua orang dikelas yang baru ada sembilan orang serentak mengalihkan
perhatiannya kepada si Encep.
“Saya Junaedi” jawab orang itu sambil berdiri dengan tubuhnya yang lebih tinggi dari
si Encep.
“Oh,
salam kenal broh” kata si Encep
“Oke
sama-sama” kata si Junaedi dengan suara cemprengnya
“Apa
liat-liat hah?” kata Dindin kepada orang yang melihatnya di depan bangku
Junaedi.
“Enggak
bang enggak, silahkan duduk bang disini”
“Oke
makasih” Dindin duduk dengan orang yang menyuruhnya duduk itu.
“Apa
liat-liat hah?” kata Encep kepada orang yang sedang duduk bersama Dindin.
Padahal tidak ada yang melihat si Encep sama sekali.
“Enggak
bang enggak, tidak juga melihatnya”
“Ah
bohong, Siapa namamu hah?”
“Asep
bang”
“Oh
Asep, tuh kata Pak kurnia suruh menemuianya dilapang upacara sekarang” Encep mengusir
Asep dengan pura-pura menemui Pak kurnia, padahal sama sekali tidak tahu nama Pak kurnia itu ada di sekolah ini atau tidak.
Tidak duduk dibangku pojok paling belakang tapi mereka duduk
didepan bangku pojok paling belakang, tidak apalah asal jangan didepan banget. Semua
murid sudah memasuki kelas dengan jumlah total dua puluh tujuh bersama Ibu guru
jadi dua puluh delapan, masuk ke kelas dengan memperkenalkan dirinya yaitu Ibu
Ani Sugiani Purnama Wijaya kusuma yang biasa di panggil ibu endah katanya, hah
kok bisayah, dan mengumumkan bahwa dia adalah wali kelasnya. Oh sit Dindin sama
sekali tidak keberatan karena ibu gurunya masih muda, cantik, dan bolehlah,
boleh mengajar maksudnya.
Bel istirahat berbunyi Dindin dan Encep pergi ke kantin untuk
melakukan mandi, ya untuk beli makananlah.
“Cep
gimana kalau kita berlomba untuk dapat cewek” kata Dindin sambil makan cimol
“Hah”
“Gimana
kalau kita berlomba untuk dapat cewek”
“Hah”
“Gimana
kalau kita berlomba untuk dapat cewek”
“Hah”
“Hah
heh hah heh hah heh we”
“Ini nih
tersedak cimol, minta minum Din”
“Oh
nih, tenang dong Cep kalau makan tuh”
“Hayu,
takut siapa?”
“Siapa
takut!”
“Ayo”
Encep menyetujuinya
“Ayo”
“Yang
kalah, lari 10 keliling di lapangan upacara” Encep menambahkan sangsi buat yang
kalah
“Jangan
larilah” Dindin membantahnya
“Terus
apa?”
“Gimana
kalau teraktir jajan selama sebulan?”
“Oke,
takut siapa?”
“Siapa
takut!”
“Iya”
Mereka memulai persaingan mendapatkan seorang cewek, dengan
sangsi teraktir jajan sebulan untuk yang kalah. Mereka kembali ke kelasnya
karena bel masuk sudah berbunyi. Tidak ada kejadian yang terlalu seru untuk
mereka lakukan sampai sepulang sekolah. Sekolah pertamapun berakhir begitu saja,
semua murid sekolah pulang kerumahnya masing-masing, begitupun Dindin dan
Encep.
ah bersambung
BalasHapusSelow atuh pan aya tutuluyna
HapusMenarik juga ceritanya.. mantap
BalasHapustunggu kelanjutannya yah.
HapusBagus sekali story nya
BalasHapus